Bupati Bungo H.Mashuri Menghadiri Sidang Kedua di MK Terkait Pemilihan Kepala Daerah

(Gubernur Jambi Al Haris  dan Bupati Bungo H.Mashuri foto bersama dengan Kepala Daerah lainnya di depan Gedung MK. Foto:FB) 

Bacaan Lainnya

JAKARTA, LAMPUKUNING.ID-Bupati Bungo H.Mashuri.S.P.M.E bersama 13 Kepala Daerah menghadiri sidang dalam rangka perihal pengujian materil UU no 10 tahun 2016 tentang perubahan kedua atas UU no 1 tahun 2014 tentang pemilihan gubernur,bupati dan walikota di gedung MK,jakarta 26 Februari 2024.

Dikutip dari media online jambiekspres.disway.id, Bupati Bungo H. Mashuri dikonfirmasi terkait kehadirannya di sidang kedua di MK membenarkannya. Kehadirannya itu merupakan bentuk dukungan terhadap para kepala daerah lainnya dalam agenda perbaikan permohonan gugatan.

“Iya, tadi ikut hadir bersama beberapa kepala daerah lainnya guna untuk perbaikan permohonan gugatan,” katanya singkat.

Adapun isi sidang tersebut permohonan 13 kepala daerah yang mengajukan pengujian pasal 201 ayat (7), ayat (8), dan ayat (9) UU no 10 tahun 2016 tentang perubahan kedua atas UU no 1 tahun 2014 tentang pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota (UU) Pilkada kembali di gelar oleh Mahkamah Konstitusi (MK).

Adapun 13 orang kepala daerah dimaksud yaitu Al Haris (Gubernur Jambi), Mahyedi (Gubernur Sumatera Barat), Agus Istiqlal (Bupati Pesisir Barat), Simon Nahak (Bupati Malaka), Arif Sugiyanto (Bupati Kebumen), Sanusi (Bupati Malang), Asmin Laura (Bupati Nunukan), Sukiman (Bupati Rokan Hulu), Moh. Ramdhan Pomanto (Walikota Makassar), Basri Rase (Walikota Bontang), Erman Safar (Walikota Bukittinggi), Rusdy Mastura (Gubernur Sulawesi Tengah), dan Ma’mur Amin (Wakil Gubernur Sulawesi Tengah).

Agenda sidang kali ini adalah pemeriksaan perbaikan permohonan. Donal Fariz selaku salah satu kuasa hukum para Pemohon menyebutkan beberapa perbaikan yang telah dilakukan pihaknya, yakni penambahan argumentasi terkait pengaturan penyelenggaraan pilkada yang dinilainya tidak hanya menyoal administrasi pemilu. Akan tetapi usulan ini diajukan ke MK karena menyangkut hak konstitusional dan hak politik rakyat yang harus dipenuhi secara baik.

“Ini juga berbicara soal demokrasi dan hak pilih dan dikaitkan dengan pembahasan UU Pilkada dan potensi penumpukan perkara di MK. Selanjutnya, para Pemohon juga mengajukan permohonan provisi dan mendorong MK untuk mendesain ulang jadwal pilkada saat ini,” jelas Doriz pada Ruang Sidang Panel MK.

Pada sidang terdahulu Rabu (07/02/2024) para Pemohon menyebutkan pasal-pasal tersebut bertentangan dengan Pasal 18 ayat (4) UUD 1945. Para Pemohon menilai pembentuk undang-undang tidak memperhitungkan dengan cermat semua implikasi teknis atas pilihan Pilkada Serentak 2024, sehingga berpotensi menghambat pemilihan kepala daerah yang berkualitas.

Sebab, berpedoman dari pengalaman Pemilu Tahun 2019, menunjukkan fakta bahwa terdapat beban tugas penyelenggaraan ad hoc yang tidak rasional dan terlalu berat. Tercatat dalam Pemilu tahun 2019 menewaskan kurang lebih 894 petugas ad hoc dan 5.175 petugas sakit akibat kelelahan.

Sehingga apabila tahapan Pilkada Serentak Nasional 2024 dipaksakan dilaksanakan bersamaan dengan Pilpres dan Pileg 2024, maka hal itu dapat berakibat fatal sebab berpotensi kejadian buruk Pemilu tahun 2019 terulang kembali. Hal ini berpotensi memunculkan kekacauan teknis yang berimpilikasi pada terlanggarnya ketentuan Pasal 28D ayat (1) UUD 1945 yang menjamin perlindungan hukum bagi setiap orang.

Selain itu, para Pemohon berpendapat keserentakan Pilpres, Pileg, dan Pilkada berpotensi terciptanya korupsi yang lebih tinggi, memunculkan gangguan keamanan dan ketertiban yang besar, dan menimbulkan penumpukan hasil sengketa pemilihan umum di MK.

Tak hanya itu, para Pemohon juga berpandangan bahwa pentingnya mengatur kembali jadwal pilkada dengan mempertimbangkan kompleksitas dalam penyelenggaraan pilkada serentak tersebut. Di samping itu, para Pemohon meminta kepada Mahkamah agar meninjau ulang jadwal penyelenggaraan Pilkada, khususnya terhadap 270 daerah otonomi yang menyelenggarakan Pilkada di tahun 2020.

Menurut para Pemohon, berdasarkan pendekatan judicial activism yang dilakukan oleh Mahkamah selama ini, persoalan ini penting untuk diselesaikan, dengan membagi kembali jadwal penyelenggaraan pemilihan secara serentak dengan rincian, 276 daerah tetap menyelenggarakan pemilihan pada November 2024, dengan pertimbangan agar segera terdapat kepala daerah yang definitif hasil pemilihan langsung oleh rakyat, dan 270 daerah hasil pemilihan tahun 2020 dapat menyelenggarakan pemilihan pada bulan Desember 2025.

Pada permohonan para Pemohon tidak hanya menyoal masa jabatan yang terpotong, tetapi juga memberikan usulan penataan jadwal Pilkada yang jauh lebih rasional berdasarkan indikator dan prasyarat yang diuraikan MK dalam Putusan MK Nomor 55/PUU-XVII/2019.

Dengan digesernya waktu penyelenggaraan pemilihan terhadap 270 kepala daerah menjadi Desember 2025 ini akan mengurangi beban aparat keamanan dalam mengamankan penyelenggaraan pilkada dalam jumlah besar pada waktu yang bersamaan.(*)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *