LAMPUKUNING.ID, TEBO – Bila melihat di wilayah pusat kota Kabupaten Tebo, terdapat belasan sarang burung walet berdiri diatas bangaunan, belum termasuk di beberapa wilayah pingiran kecamatan.
Sayangnya, yang seharus nya usaha ini menyumbang Pendapatan Asli Daerah (PAD), faktanya boleh dikatan sama sekali tidak tersentuh pajak.
Dari data hasil pajak yang disampaikan oleh Badan keuangan daerah (Bakeuda), hasil sumbangan PAD dari sektor pajak jauh lebih kecil dan belum maksimal bila dibandingkan jumlah usaha walet yang ada.
Hal ini disebabkan, kesadaran para pengusaha walet yang tidak mau melaporkan hasil usahanya secara transparan kepada Pemerintah.
Peltu Kepala bidang (Kabid) Pajak (Bakeuda) Pansyuri, menjelaskan bahwa aturan pungutan pajak walet sudah diatur pada Peraturan daerah (Perda) nomor 12 tahun 2010 tentang pungutan pajak daerah Nomor 12 tahun 2010.
Untuk diketahui, baru 7 orang pengusaha walet di Tebo masuk dalam daftar Wajib Pajak (WP) pada tahun 2018 total keseluruhan cuma mencapai lebih kurang Rp.10 juta.
“ Dari jumlah ini kita memungut 10 persen dari nilai jualan mereka. 2018 kita hanya menerima lebih kurang Rp 10 juta,” ujarnya.
Menurut pengakuan pengusaha walet di Tebo lanjut Fansyuri, masa panen hasil walet mereka rata-rata adalah selama 2-4 bulan sekali panen bahkan mereka mengaku setahun cuma dua kali panen.
“Pengakuan mereka seperti itu, kami pun mengalami kendala untuk mendapatkan konfirmasi, kita juga pengen tau kepada siapa sebenarnya atau siapa pengusaha yang membeli hasil sarang burung walet di Tebo,” pungkasnya.(Red)