
JAKARTA- Pengamat komunikasi politik M Jamiluddin Ritonga memprediksi Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto bakal masuk kabinet Indonesia Maju menggantikan posisi KSP Moeldoko, hal ini disampaikan oleh M Jamiluddin Ritonga pada Sabtu (16/10/21).
Menurutnya, Presiden Jokowi lebih aman mengganti Moeldoko daripada Mahfud MD.
Bagi Jamiluddin, merombak posisi KSP wajar mengingat Moeldoko belakangan membuat heboh dengan dugaan keterlibatannya mengusik Partai Demokrat melalui KLB Deli Serdang.
Penobatan Moeldoko sebagai ketua umum versi KLB Deli Serdang sudah merusak marwah dan kredibilitasnya di publik.
Selain itu, masuknya, Hadi Tjajanto ke KSP akan lebih baik dibandingkan dengan menggantikan Mahfud MD di Kemenko Polhukam.
“Meskipun Mahfud bukan orang partai, namun dukungan NU sangat kuat. Karena itu, bila Mahfud diganti ada kemungkinan akan mendapat reaksi keras dari NU. Hal itu kiranya tidak diinginkan Jokowi,” tutur pengamat komunikasi politik Universitas Esa Unggul ini.
Selain itu, kehadiran Mahfud MD di Kemenko Polhukam sangat diperlukan untuk menjaga demokrasi di tanah air.
Sebab, indeks demokrasi belakangan ini terus menurun, sehingga membuat khawatir akan kelangsungan demokrasi di tanah air.
“Publik akan bereaksi keras bila Menko Polhukam diisi sosok yang kental dari militer, ini juga tidak diinginkan Jokowi,” tandasnya.
Santer terdengar, akan ada reshuffle kabinet pemerintahan Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Maruf Amin yang diprediksi dilakukan dalam waktu dekat ini.
Salah satu sosok yang bakal masuk kabinet kemungkinan Marsekal Hadi Tjahjanto usai pensiun sebagai Panglima TNI pada November 2021.
Menurut M Jamiluddin Ritonga, Hafi Tjahjanto diprediksi akan masuk kabinet Indonesia Maju menggantikan posisi Kepala Kantor Staf Presiden (KSP) Moeldoko.
“Presiden Jokowi tampaknya akan memasukkan Hadi Tjahjanto dalam kabinetnya. Posisi yang kemungkinan akan diisi Hadi Tjahjanto Menko Polhukam atau Kepala Staf Kepresiden (KSP),” ujar Jamiluddin kepada redaksi, Sabtu (16/10).
Kans perombakan tersebut cukup besar mengingat tidak akan mengubah komposisi “jatah” dari partai politik pendukung.
Oleh karena itu, mengganti salah satu dari dua kursi tersebut tidak akan mengganggu soliditas antarpartai pendukung.