PEMENANG perang di Ukraina, untuk sementara, sudah diketahui: drone.
Berarti, pemenang sebenarnya adalah ini: DJI –sebuah perusahaan drone di Shenzhen, Tiongkok.
Rusia awalnya dituduh menggunakan drone DJI untuk melancarkan serangan ke Ukraina. Nama DJI ikut jadi bulan-bulanan di Barat. Termasuk tuduhan bahwa Tiongkok telah berada di belakang Rusia.
Data-data lapangan tentang Ukraina diperoleh lewat drone. Lalu serangan dilakukan.
Kini, Rusia dikabarkan mengalami kesulitan meneruskan serangannya di Ukraina. Juga akibat drone. Ukraina belakangan membeli banyak sekali drone dari DJI.
Awalnya para pemilik drone –sebagai hobi– terpanggil untuk membantu militer: apa yang bisa dilakukan dengan drone mereka.
Lambatnya penaklukan ibu kota Kiev oleh Rusia membuat para pemilik drone di Kiev punya waktu untuk bersatu.
Mereka membangun jaringan drone di Facebook. Saling tukar ide: apa saja yang bisa dilakukan dengan drone. Untuk membantu pemerintah Ukraina. Lalu saling tukar info cara-cara efektif untuk membantu militer.
Kantor berita di Inggris melaporkan ada 15.000 anggota penghobi drone di Ukraina. DJI memang secara khusus mengembangkan pasar drone-nya di Ukraina. Banyak sekali toko DJI di sana. Sejak lama. Sejak Tiongkok membangun hubungan ekonomi khusus dengan Ukraina.
Presiden Zelenskyy pernah ke toko DJI jauh sebelum serangan Rusia. Ia membeli drone untuk anaknya. Ternyata drone tidak sekadar mainan –di zaman perang ini.
Dari kegiatan para penghobi itulah ditarik kesimpulan: militer harus lebih banyak menggunakan drone. Bisa terbang rendah. Nyaris tanpa suara. Sulit dideteksi oleh radar. Dan yang penting drone bisa jadi pasukan kamikaze.
Ia bisa membawa senjata peledak menuju pasukan lawan. Termasuk menyasar kendaraan tempur. Ia bisa jadi bom bunuh diri tanpa mengorbankan nyawa pemiliknya.
Berita terakhir dari sumber Barat kemarin menyebutkan: pasukan Rusia menarik diri dari Kiev dan sekitarnya.
Nyamuk-nyamuk teknologi sangat mengganggu mereka. Bisa masuk ke dalam markas pasukan tanpa harus melewati penjagaan ketat di gerbang.
Dengan drone pagar tidak ada artinya. Gerbang berpenjagaan ketat pun lewat. Padahal drone belum dikombinasikan dengan senjata laser.
DJI perusahaan penjual sekadar barang hobi, menjadi pusat perhatian di medan pertempuran. Di zaman Presiden Donald Trump DJI sudah disasar: dilarang dibeli oleh pemerintah dan militer Amerika.
Terutama karena di situ terpasang banyak kamera. DJI dianggap sudah sebagai alat pengintai yang membahayakan keamanan negara.
DJI kini telah menjadi perusahaan drone terbesar di dunia –Anda sudah tahu. Lebih 70 persen pasar drone dikuasai oleh DJI –pun di Amerika.
Begitu banyak perusahaan drone di dunia tapi tidak ada yang punya pangsa pasar melebihi 4 persen.
Anda tidak perlu mengingat kepanjangan nama DJI itu. Terlalu sulit. Diambil dari bahasa Mandarin. Artinya pun –daerah rintisan besar inovasi– untuk apa diingat.
D-nya dari Da (baca: ta) yang artinya besar. Jiang –banyak sekali huruf Mandarin yang bunyinya jiang–tapi pilihlah tulisan yang bentuknya begini: 疆yang artinya area baru. Sedang I-nya diambil dari bahasa Inggris inovasi.
Anda sudah tahu siapa pendirinya: Frank Wang. Kelahiran Hangzhou –kota yang juga melahirkan Jack Ma pendiri Alibaba. Ia lahir tahun 1980 dengan nilai rapor biasa-biasa saja di sekolahnya.
Kepintarannya di matematika membuat Wang disekolahkan di Hong Kong. Yakni di Hong Kong University of Science and Technology. Ia mendalami ilmu teknologi penerbangan. Sampai master.
Sebagai mahasiswa, Wang –nama Mandarinnya: Wang Tao– membuat control helikopter. Sebelum lulus Wang membuat prototipe helikopter di asramanya.
Wang sebenarnya tidak disukai teman-temannya. Ia punya sikap kasar, sangat disiplin, dan segala sesuatunya harus sempurna.
Wang lantas mendapat pinjaman dari teman keluarganya: membangun usaha kecil di Shenzhen –hanya sepelemparan roket dari Hong Kong (terima kasih, pembaca Disway telah melarang saya menggunakan kalimat sepelemparan batu di zaman perang di Ukraina ini).
Drone telah menjadi bintang di perang Ukraina. Sampai-sampai Presiden Tsai Ing-wen kemarin mengunjungi satu lembaga riset senjata di bagian selatan Taiwan.
Dia minta agar drone dikembangkan besar-besaran di Taiwan. Sebagai alat pertahanan. Untuk melawan Tiongkok nanti –kalau Taiwan diserang. Tentu itu telat sekali –mungkin lebih baik telat daripada telat sekali.
Tiongkok adalah negara drone. Pun untuk mengawasi siapa yang tidak pakai masker: pakai drone –di zaman Covid ini.
Sukses Tiongkok mengendalikan Xinjiang –provinsi dengan penduduk Islam terbesar– juga pakai jasa drone. Apalagi di dunia pertanian –mulai dari pemupukan sampai memonitor pertumbuhan tanaman.
Meski fenomena drone terlihat belum lama, kata drone sendiri sudah dipakai sejak tahun 1935. Yakni ketika Abraham Karem menemukannya.
Abraham lahir di Baghdad, Iraq. Waktu remaja ia pindah ke Israel –ia keturunan Yahudi. Ia sekolah di Israel sampai lulus universitas. Ia mengambil mata kuliah teknologi penerbangan –sesuai dengan hobinya sejak kecil.
Maka Abraham Karem disepakati sebagai ”Bapak Drone”. Ia masih hidup. Kini tinggal di Amerika Serikat.
Wang juga punya hobi pesawat sejak kecil. Ia kini berumur 41 tahun. Menjadi salah satu orang terkaya di dunia. Sedang Abraham, kini 84 tahun, tetap jadi ilmuwan –masuk lingkaran ilmuwan elit di Amerika.
Abraham membuat drone pertama ketika terjadi perang Yom Kippur. Yakni perang di bulan Ramadan tahun 1973. Antara Israel dan koalisi Arab –yang dipimpin Mesir dan Syria.
Israel yang menang. Sejak saat itu daratan tinggi Golan di Syria dikuasai Israel – -sampai sekarang. Mesir juga kehilangan Sinai –belum semuanya bisa direbut kembali sampai sekarang.
Perang itu kini sudah berlalu, 47 tahun. Sejak itu drone memang terus digunakan untuk perang di Iran, Iraq dan di mana saja. Tapi baru di Ukraina ini drone masuk jadi pemeran utama. (*)
Sumber :palpos.sumeks.co