LAMPUKUNING.ID, JAKARTA – Surat Edaran (SE) Nomor 2/SE/VII 2019 terkait tentang Kewenangan Pelaksana Harian (Plh) dan Pelaksana Tugas (Plt), akhirnya dikirimkan oleh Kepala Badan Kepegawaian Negara (BKN), Bima Haria Wibisana.
Seperti yang dilansir oleh fin.co.id, Surat Edaran ini ditujukan kepada kepala daerah termasuk pejabat pembina kepegawaian instansi pusat dan pejabat pembina kepegawaian instansi daerah. “SE itu sudah kita kirimkan akhir bulan lalu,” terang Bima, kemarin (09/08/2019).
SE tersebut lanjut dia, mengacu pada Pasal 14 ayat (1,2, dan 7) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan. Sementara pejabat-pejabat yang melaksanakan tugas rutin terdiri dari Pelaksana Harian (Plh) yang melaksanakan tugas rutin dari pejabat definitif berhalangan sementara. “Termasuk pelaksana tugas (Plt) yang melaksanakan tugas rutin dari pejabat definitif yang berhalangan tetap,” paparnya.
Ditambahkannya, pejabat pemerintahan yang memperoleh wewenang melalui mandat tidak berwenang mengambil keputusan atau tindakan yang bersifat strategis yang berdampak pada perubahan status hukum pada aspek organisasi kepegawaian dan alokasi anggaran. “Dalam surat itu sudah jelas ya dan tertera aturannya,” timpal Bima.
Mengenai keputusan atau tindakan yang bersifat strategis, Bima Haria mengutip Pasal 14 ayat (7) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014. “Keputusan atau tindakan yang memiliki dampak besar seperti penetapan perubahan rencana strategis dan rencana kerja pemerintah,” terangnya.
Sedangkan yang dimaksud dengan perubahan status hukum kepegawaian, menurut Bima, Plh atau Plt tidak berwenang melakukan pengangkatan, pemindahan, dan pemberhentian pegawai. “Plh dan Plt tidak berwenang mengambil keputusan dan/atau tindakan pada aspek kepegawaian yang meliputi pengangkatan, pemindahan, dan pemberhentian pegawai,” imbuhnya.
Dikatakannya, ASN di daerah khususnya kepala BKN dapat membeberkan kewenangan Plh dan Plt pada aspek kepegawaian yakni melaksanakan tugas sehari-hari pejabat definitif sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. “Menetapkan sasaran kerja pegawai dan penilaian prestasi kerja pegawai. Termasuk menetapkan surat kenaikan gaji berkala,” jelasnya.
Dalam SE tersebut juga ditetapkan surat cuti selain cuti di luar tanggungan negara dan cuti yang akan dijalankan di luar negeri. Dan beberapa hal lainnya seperti menetapkan surat tugas dan surat perintah pegawai. Lalu melakukan hukuman disiplin pegawai tingkat ringan.
“Dan di dalamnya terdapat regulasi terkait usul mutasi kepegawaian kecuali perpindahan antar instansi, memberikan izin belajar, memberikan izin mengikuti seleksi jabatan pimpinan tinggi administrasi dan mengusulkan pegawai untuk mengikuti pengembangan kompetensi,” paparnya.
Ditegaskan Bima, ASN yang ditunjuk sebagai Plh atau Plt tidak perlu dilantik atau diambil sumpahnya. “Penunjukan PNS sebagai Plh dan Plt tidak perlu ditetapkan dengan keputusan melainkan cukup dengan surat perintah dari pejabat pemerintahan lebih tinggi yang memberikan mandat,” urainya.
Menurutnya, Plh dan Plt bukan jabatan definitif. “Oleh karena itu, PNS yang diperintahkan sebagai Pelaksana Harian atau Pelaksana Tugas tidak diberikan tunjangan jabatan struktural, sehingga dalam surat perintah tidak dicantumkan besaran tunjangan jabatan,” jelasnya.
Pengangkatan sebagai Plh atau Plt pun, menurut Bima, tidak boleh menyebabkan yang bersangkutan dibebaskan dari jabatan definitifnya, dan tunjangan jabatan tetap dibayarkan sesuai dengan jabatan definitifnya. “Pegawai Negeri Sipil yang ditunjuk sebagai Pelaksana Tugas melaksanakan tugasnya untuk paling lama tiga bulan dan dapat diperpanjang paling lama tiga bulan,” sebut Bima.
ASN yang menduduki Jabatan Pimpinan Tinggi, Jabatan Administrator, Jabatan Pengawas, atau Jabatan Pelaksana, menurut SE Kepala BKN itu, hanya dapat ditunjuk sebagai Plh atau Plt dalam jabatan pimpinan tinggi, jabatan administrator, jabatan pengawas yang sama atau setingkat lebih tinggi di lingkungan unit kerjanya.
“Dengan berlakunya SE ini, sambung Bima menyatakan, bahwa Surat Kepala Badan Kepegawaian Negara Nomor K.26-304/.20-3199 tanggal 5 Februari 2016, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku,” terangnya.
Menanggapi hal ini, pengamat hukum Yusdianto Alam mengatakan, regulasi yang sudah diterbitkan, diharapakan disosialisasikan secara menyeluruh. Agar tidak muncul kesimpangsiuran. “Ini kan menyangkut kewenangan. Ya harus segera disosialisasikan. Agar tertib administrasi, dan kepala daerah memahami aturan yang berlaku. Termasuk kepala BKD di daerah,” singkatnya.
Ada banyak manfaat dari terbitnya SE tersebut. Salah satunya ASN tidak terkontaminasi dengan kepentingan politik. “Biasanya ganti pejabat dalam sebuat instansi ganti juga pejabat di bawahnya. Ini kan repot. Apalagi kalau pejabatnya doyan me-rolling ASN lantara like and dislike,” jelasnya.(*/ful/fin)
Sumber : fin.co.id