KPU: Kotak Suara Karton Ada Sejak Pemilu 2014

LAMPUKUNING.ID – Ramai diperbincangkan di berbagai media sosial, penggunaan kotak suara bebahan kardus yang dinilai rentan kecurangan membuat Komisi Pemilihan Umum (KPU) angkat bicara.

Bacaan Lainnya

Ketua KPU Arief Budiman mengatakan bahwa pemakaian kotak suara berbahan karton tersebut harusnya sudah diajukan periode pemilu 5 tahun yang lalu.

“Penggunaan kotak berbahan kardus ini bukan yang pertama kali, udah dilakukan pada pemilu sebelumnya, bahan kotak suara ini jjuga kita sudah pakai kotak pakai karton kedap air,” ujar Arief di hotel Menara Peninsula, Jakarta, Sabtu, (15/12).

Arief mengatakan pemakaian kotak suara berbahan kardus atau karton kedap air tersebut juga tidak bertentangan dengan regulasi.

Dirinya juga mengaku yakin bahwa, kotak suara yang menggunaan bahan karton tersebut tidak mudah rusak dan sudah memenuhi syarat.

Pihaknya juga kata Arief menambahkan sudah mengkaji dan mengevaluasi kelayakan kotak suara tersebut.

“Regulasinya ada di PKPU, spesisfikasinya udah kita bikin engga ada maslah, menghemat biaya penyimpanan menghemat biaya produksi distribusi serta banyakpenghematan lainnya,” jelasnya.

Komisioner KPU Viryan Aziz juga menegaskan bahwa penggunaan kotak suara berbahan karton keda air sudah berjalan sejak tahun 2014. Soal kotak suara berbahan almunium Ia mencatat kotak suara tersebut sudah ada sejak 2004 dan tentu kotak suara tersebut sudah memiliki usia yang cukup lama. Viryan juga mengaku memang kotak suara belum semua berbahan kardus.

“Sebagian sudah rusak dan diganti dengan kotak suara berbahan kardus dan itu sudah berlaku sejak tahun 2014 , pilkada 2015, 2017, 2018, sudah digunakan itu,” ujar Viryan di tempat yang sama.

Sebelumnya, kritikan itu pun datang dari Anggota Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandi, Chusni Mubarok.

Menurut dirinya, hal ini semakin menambah keraguan masyarakat mengenai kredibilitas Pemilu mendatang.

Saat ini kan marak ancaman Pemilu 2019 berlangsung tidak fair. Mulai dari tercecernya e-KTP hingga daftar pemilih yang juga masih bermasalah, ujar Chusni dalam keterangannya, Sabtu (15/12).

Ditambah lagi kondisi fisik kotak suara seperti ini. Inilah yang akan memunculkan kecurigaan di tengah masyarakat, imbuhnya.

Ketua DPP Partai Gerindra itu menjelaskan, seharusnya KPU sangat peka dengan perkara semacam ini. Karena indikasi kecurangan di pilpres mendatang sudah sangat terang. Jika tidak dapat dicegah sejak saat ini, khawatir masyarakat akan semakin kehilangan kepercayaannya kepada penyelenggara Pemilu.

Bahkan siapapun bisa buka kardus itu tanpa berbekas atau tanpa buka gemboknya. Sepertinya banyak orang juga bisa lakukan itu. Artinya gembok disitu nggak ada artinya, katanya.

Sebelumnya, Ketua KPU Arief Budiman menyanggah bahwa kotak suara yang dibuat oleh pihaknya tersebut mudah rusak. Ia memastikan kotak suara berbahan karton kedap air aman untuk digunakan. Alasannya, model seperti ini juga dipilih karena lebih hemat.

Penghematan perlu, tapi harus yang mendasar. Urusan kotak suara kok bicara hemat, sementara hutang BUMN dan gaji para elit mereka hambur-hamburkan, tandas Chusni yang juga merupakan calon anggota legislatif DPR RI dari Partai Gerindra dapil Malang Raya itu.

Terpisah, Pengamat Sosial Politik Universitas Negeri Jakarta (UNJ), Ubedilah Badrun menjelaskan, seharusnya Komisi Pemilihan Umum (KPU) sebagai penyelenggara sejak awal sudah melakukan sosialisasi terhadap persoalan ini. Sehingga tidak menimbulkan polemik dan adanya perspektif negatif terhadap KPU. Memang dalam aturan dijelaskan penggunaan karton kedap air, hanya saja perlu dikaji kembali tentang keamanan.

“Sebenarnya kotak suara berbahan dasar karton itu memang ada urgensinya selain kedap terhadap air, juga cukup kuat. Tetapi seharusnya KPU memilih memutuskan semuanya berbahan alumunium, selain lebih aman juga untuk menghindari interpretasi tertentu yang negatif terhadap KPU,” kata Ubedilah kepada Fajar Indonesia Network (FIN) melalui telpon selulernya, Sabtu (15/12).

Ubedilah juga menanggapi pernyataan Ketua KPU Arief Budiman terkait penggunaan karton sudah dilakukan sebagian di Pemilu 2014. Atau tepatnya 5 tahun yang lalu.

Jika demikian, kata Ubedilah KPU sepatutnya melakukan evaluasi di daerah-daerah yang pada saat itu menggunakan kotak suara berbahan karton. Hanya saja, Ia mempertanyakan agenda pemilu yang sama, tetapi menggunakan bahan kotak suara yang berbeda.

“Selain itu transparansi tender juga penting mengapa agenda pemilu yang sama tetapi beda kotak. Apakah karena ketidakmampuan pemenang tender kotak suara atau ada perusahaan lain yang menawarkan kotak karton sehingga KPU memberikan tender kepada perusahaan yang berbeda,” paparnya.

Ia kembali menegaskan, agar tidak menimbulkan masalah yang berkepanjangan sejak awal transparan dengan apa yang dilakukan.

“KPU mestinya terbuka sejak awal, sehingga tidak menimbulkan masalah. Saya menyayangkan KPU kurang transparan sejak awal soal kotak karton tersebut. Kuncinya memang ada di transparansi sejak awal. Saya menyarankan KPU menjelaskan kepada publik sejelas-jelasnya agar publik percaya,” pungkasnya.

Sama halnya dengan Pengamat Politik Universitas Al Azhar Indonesia (UAI), Ujang Komaruddin. Ia sangat menyayangkan langkah KPU yang memilih karton ketimbang aluminum sebagai bahan kotak suara.

Menurutnya, penggunaan kotak suara dengan menggunakan karton tidak menjamin suara rakyat yang ada didalamnya aman. Karena mudanya dijebol oleh oknum-oknum yang ingin berbuat curang.

“Nah itu persoalnnya. Tidak dijamin. Dengan berbahan kardus, maka akan mudah rusak. Dan akan mudah dijebol oleh orang-orang yang akan berbuat curang di Pemilu,”pungkasnya Sabtu (15/12).

Ujang yang juga merupakan Direktur Eksekutif Indonesia Political Review (IPR) ini menyarankan, sebaiknya KPU transparan dalam memberikan penjelasan kepada publik. Sehingga tidak membuat gaduh masyarakat karena kebingungan dengan keputusan KPU. Hal tersebut berkaitan dengan pernyataan KPU bahwa penggunaan kotak suara karton sudah dilakukan sejak 2014 silam.

“Tapi katanya sudah diklarifikasi oleh KPU. Bahwa bahan kotak suara sejak 2014 terbuat dari karton. Jangan membuat bingung masyarakat. Bekerja secara profesional akan jauh lebih baik. Jika persoalan ini menjadi polemik terus-menerus, patut dipertanyakan profesionalitasnya,” ujarnya.

Lebih lanjut, jika penggunaan kotak suara menggunakan aluminium, pemerintah bisa irit anggaran. Karena bahan aluminium lebih tahan lama dan bisa digunakan kembali pada pemilu berikutnya. Olehnya itu, Ujang menambahkan, saat ini masyarakat Indonesia tengah dihadapkan pemilu yang demokratis, transparan, jujur dan adil, bukan pemilu abal-abal. Apalagi anggaran yang dikucurkan sangat besar.

“(KPU) harus introspeksi. Kembali ke bahan kotak suara yang aman. Seperti dari alumunium atau yang lainnya. Yang terjamin keamanannya. Karena (karton) akan mudah rusak. Bagusnya dari alumunim. Tahan lama, tidak mudah rusak. Dan bisa digunakan untuk pemilu berikutnya. Jangan sampai setiap Pemilu lima tahunan ganti kotak suara. Ini pemborosan anggaran,” tutupnya.(red/fin)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *