LAMPUKUNING.ID – Sejumlah perbankan nasional mulai ‘takut’ melihat perkembangan perusahaan financial technology (fintech) yang tumbuh subur di Indonesia. Dengan kemudahan, simpel, dan cepat, layanan ini menjadi populer di tengah-tengah masyarakat.
Seperti yang dilansir Fajar Indonesia Network (FIN),Perkembangan pesat itu adalah fintech peer to peer lending atau kredit online alias pinjaman online (pinjol). Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat, saat ini yang sudah terdaftar ada 99 fintech, sedangkan 117 fintech masih menunggu izin OJK.
Data OJK, hasil lembaga riset, pinjol berhasil menyalurkan Rp25 triliun dan membuka lapangan pekerjaan hingga 250 ribu orang di tahun 2018.
Nah, pertumbuhan pesat fintech itu yang membuat khawatir para perbankan nasional. Sehingga beberapa perbankan mulai melirik layanan yang bisa terkoneksi secara digital.
Misalkan, PT Bank Negara Indonesia Tbk (BNI), telah memiliki aplikasi BNI Mobile Banking yang di dalamnya terdapat electronic form (E-form) BNI Griya atau produk kredit pemilikan rumah (KPR) milik BNI.
“Mengajukan kredit rumah sekarang lebih mudah dan singkat karena dokumen pribadi sperti KTP dan NPWP bisa diunggah melalui aplikasi ini,” Direktur Retail Banking BNI, Tampok P Setyawati, Rabu (13/3).
“Jadi nanti calon debitur secara real time akan mendapatkan notifikasi melalui email berupa nomor kode pengajuan online BNI Griya. Kemudian marketing BNI akan menghubungi calon debitur untuk proses selanjutnya hingga kredit disetujui,” imbuh Tampok.
PT Bank CIMB Niaga Tbk sebelumnya sudah memiliki layanan pembukaan deposito melalui internet banking dan aplikasi Go Mobile. Selain itu, CIMB Niaga juga memiliki layanan pengajuan kredit melalui layanan internet banking bernama cimbclics.co.id.
PT Bank Bukopin Tbk pun juga telah memiliki aplikasi Wokee sehingga nasabah yang ingin melakukan transaksi mulai dari pembayaran bisa menggunakan Quick Response (QR), penarikan uang, mengirim uang, hingga membuat sub rekening.
PT Bank Central Asia Tbk (BCA) juga akan meluncurkan layanan pembukaan rekening tanpa harus ke kantor cabang. Sedianya akan dirilis pada 11 Maret 2019, karena sesuatu hal harus mundur,namun masih di bulan ini.
“Ada hal teknis, jadi mungkin agak mundur (peluncuran layanan) diharapkan bisa tetap bulan ini,” kata Direktur BCA Jahja Sotiaatmadja.
Fenomena perbankan nasional mulai melakukan inovasi layanan dengan digital, pengamat ekonomi Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Bhima Yudhistira melihat bahwa perbankan saat masih wait and see atau menunggu dan mengamati bank lain, serta mengecek kompetitor dulu, baru kemudian membuat Google Apps for Work.
“Karena khawatir Google Apps for Work yang dibuat accpetance dan usage-nya rendah. Itu juga bergantung target nasabah si bank yang bersangkutan,” kata Bhima kepada Fajar Indonesia Network, Rabu (13/3).
Perbankan, kata Bhima, juga akan melihat keuangannya mencukupi atau tidak untuk masuk ke layanan digital. Biasanya, yang kesulitan membuat layanan digital adalah perbankan yang modalnya kecil.
“Kemudian ada faktor modal investasi di bidang IT cukup mahal. Bank yang modalnya relatif kecil agak terlambat masuk ke digitaliasi,” ujar Bhima.
Untuk bank kecil, solusi Bhima, adalah bisa menggunakan non financisl services atau layanan bank kepada nasabah untuk meningkatkan performa usahanya.
“Misalkan adakan training yang rutin dengan ahli. Bisa juga sharing pengalaman antar nasabah untk jalin koneksi. Bank dituntut untk tawarkan layanan lebih ke nasabah,” pungkas Bhima.(*)
Sumber : Fajar Indonesia Network (FIN)